Jumat, 25 Juli 2008

Pendidikan Sex Untuk Anak-Anak (perlukah)

Berikut ini tulisan dari teman saya yang mengirim artikel dari www.korantempo.com itu dan saya tampilkan apa adanya kecuali mungkin diedit oleh administrator demi kenikmatan membaca :)Di sekolah ponakanku (masih SD) seorang murid puteri kedapatan tengah “mengerjai” kawan (adik kelasnya?) cowo di kamar mandi…
Adikku mendengar percakapan remaja ABG tak lebih tua dari pelajar SMP yang tengah ngobrol seru dengan temannya di handphone di mikrolet mengenai film porno dan make love.
Sereeem….
Anyhow, ini sedikit pandanganku soal pendidikan seks untuk anak:
Pendidikan seks itu sejak kecil… tapi bukan artinya diajarin cara buat adik gimana, make love gimana, dll harus disesuaikan dengan umurnya.

Sejak dini itu, artinya, misal:
  • menjaga kebersihan dan kesehatan alat kelamin, misal:
- anak diajarkan untuk selalu membilas alat kelamin dan anus setelah kencing atau buang air besar.
- kasih tahu caranya membersihkan (cebok), misalnya dengan sabun, pada saat si ibu/bapak membersihkan dengan tangan kirinya, sentuhan secukupnya dengan tujuan membersihkan dan bukan memain-mainkan alat vital/anus.
- diajarkan cuci tangan setelah membersihkan alat kelamin.
  • mewanti-wanti anak untuk tidak membiarkan siapapun memegang-megang alat kelamin dan atau anusnya, kecuali ibu atau bapak dan atau dokter dan atau nenek/kakek/ paman/pembantu (keluarga dekat) dan itu pun harus sepengetahuan dan sepersetujuan dan pengawasan ibu/bapak. Ini harus ditekankan betul-betul, karena tak jarang pelecehan/pencabulan anak di bawah umur dilakukan oleh orang yang dikenal, baik tetangga, kerabat, maupun guru. dll.
  • mewanti-wanti anak untuk melaporkan kalau-kalau ada orang yang menyentuh anak memain-mainkan alat kelamin/anusnya, dan kalau perlu berteriak memanggil orangtua/kerabat yang dipercaya.
  • mengajarkan anak untuk tidak membiasakan menyentuh atau memain-mainkan alat kelamin/anusnya.
  • mengajarkan anak untuk melarang (kalau perlu memukul) teman yang hendak menyentuh alat kelamin/anusnya walau hanya untuk bermain-main.
kemudian sesuai umur, pembicaraan dengan anak disesuaikan dengan pertanyaan anak.
Saat anak bertanya “adik datang dari mana?” itulah saat yang tepat untuk memperkenalkan soal adik dan seluk beluknya. Tapi jajaki dulu pengetahuan si anak soal hal tersebut, baru jawabannya diberikan, itupun dengan bahasa-bahasa yang sesuai dengan daya tangkapnya… gak perlu langsung diceritakan bapak dan ibu begini begitu, apalagi soal sel sperma dan sel telur, ga bakal nyambung.
Anak-anak juga span (masa waktu) perhatiannya singkat. Bisa saja detik ini dia bertanya, tapi satu menit kemudian udah ga tertarik lagi. Jadi perhatikan betul hal ini.
Seiring usia, anak mungkin akan lebih bertanya dan kurang puas dengan jawaban-jawaban baku seperti “adik lahir dari “sini” ” atau “adik ditaruh di perut Mama sama Allah”, maka jawaban kita bisa lebih elaborate (lebih luas).
Saat usianya memungkinkan, dia bisa kita ajak nonton acara-acara Animal Planet yang memperlihatkan hewan kawin, atau di halaman kita ada kucing kawin, ini bisa menjadi jalan menjelaskan ke anak. Biasanya pada umur-umur di atas 10-12 tahun, hal ini sudah bisa diperkenalkan.
Seiring usia, terutama menjelang puber, bapak bisa ngomong ke anak lelaki mengenai mimpi basah, mandi wajib, dst. Sembari menekankan tanggungjawab yang timbul karena sudah baligh (misal, harus sholat, lebih tanggung jawab, menjaga pergaulan, etc.) dan ibu bisa bicara pada anak perempuan mengenai menstruasi, mandi wajib, dst yang terkait dengan hal itu. Dan sudah bisa bicara mengenai payudara, dan bagaimana cara menjaga diri, menjaga pergaulan, dst. Pada usia ini bapak/ibu juga bisa bicara mengenai perasaan suka pada lawan jenis, dan bahwa hal itu wajar, namun bagaimana cara menyikapinya yang benar.
Nilai-nilai dan prinsip itu mesti ditanamkan sejak kecil. Kita ga bisa membatasi eksposure dan pengetahuan yang didapat anak di luar, maka menjadi orangtua itu dituntut untuk terus belajar sehingga bisa mengarahkan anak dan membetulkan pengetahuan yang salah yang didapatnya dari berbagai sumber. Minta tolong sama Allah terus menerus untuk dapat mendidik anak yang menjadi tanggungjawab dunia akhirat ini dengan sebaik-baiknya.
Kalau orangtua menunjukkan sikap terbuka, ga malu-malu kucing dalam meng-approach persoalan sensitive seperti itu, dan menguasai pemasalahan, dan dekat dengan anak sehingga anak merasa aman bertanya, pasti anak ga akan takut nanya ke orangtua, lha wong orangtua adalah orang yang paling dipercayanya, pasti dia akan nanya sama orangtua dulu.
Lha kalo orangtua belum apa-apa udah ngomong “hush, jangan ngomong kayak gitu” atau “eh, kamu anak kecil ngapain nanya2 kayak gitu” atau bahkan “nanti deh kalo udah gede papah certain” ya pastinya dia akan cari sumber informasi lain.
Tambahan:
Pisahkan kamar orangtua dengan anak.
Ajarkan anak untuk selalu minta izin atau mengetuk sebelum masuk kamar orangtuanya.
Pisahkan kamar anak lelaki dengan anak perempuan.
Media cetak dan internet pun menyediakan informasi asalkan kita bisa memilih mana yang betul-betul bisa dipercaya, bukan yang asal memberi tips ringkas namun meragukan. Biasanya memang sumber media yang sudah punya nama lebih credible karena reputasi mereka harus dijaga sehingga tidak akan memberikan informasi sembarangan atau tidak akurat

Itu dulu deh, Semoga bermanfaat.

0 komentar